Friday, May 24, 2013

sumber AJARAN Tasawuf



                   I.            PENDAHULUAN
Tasawuf adalah bagian dari syari’at Islamiah yakni wujud dari ihsan. Salah satu dari kerangka ajaran Islam (Iman, Islam, dan Ihsan). Oleh karena itu perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syari’at Islam. Tasawuf merupakan perwujudan dari ihsan yang berarti beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya. Apabila tidak mampu, maka harus disadari bahwa Dia melihat diri kita adalah penghayatan seseorang terhadap agamanya. Dengan demikian tasawuf sebagaimana mestinya pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan untuk merealisasikan diri secara menyeluruh sebagai makhluk, yang secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan kekal.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang sumber-sumber ajaran tasawuf yang dianggap penting untuk mengetahui apa yang para sufi jadikan dasar sehingga mereka mengamalkan ilmu tasawuf tersebut. Semoga dengan adanya makalah yang begitu singkat ini, dapat memberikan informasi kepada kita tentang hal-hal yang menjadi sumber ilmu tasawuf sehingga menjadikan kita lebih bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan segala sesuatu dengan penuh hikmah didalamnya.

                II.            RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan-permasalahan yang akan kita bahas dalam makalah ini antara lain yaitu:
1.      Bagaimana penyelidikan ahli-ahli pengetahuan tentang tasawuf?
2.      Apa menjadi sumber-sumber ajaran tasawuf?
3.      Bagaimana perkembangan tasawuf?
4.      Apa saja ilmu-ilmu atau ajaran tasawuf?



             III.            PEMBAHASAN
A.    Penyelidikan Ahli-Ahli Pengetahuan Tentang Tasawuf
Sebagian ahli berpendapat bahwa sumber pengambilan tasawuf semata-mata agama Islam yaitu Qur’an dan Hadist. Dan banyak pula orientalis barat berpendapat bahwa pengambilannya ialah ajaran Persia, atau Hindu, atau agama Nasrani, atau filsafat Yunani. Dan ada yang berpendapat, sumber tasawuf Islami adalah dari semua itu.
Maha guru dan penyelidik Masignon menyatakan bahwa ahli-ahli penyelidik Ilmu Keislaman (Islamologi) masih saja belum dapat menetapkan garis besar perpaduan fikiran dalam masalah ini. Kita perhatikan dengan saksama bahwa sejak lahirnya agama Islam kehidupan tasawuf itu telah timbul dalam kalangan muslimin sendiri karena membaca Qur’an dan Hadits. Pembaca itu telah mempengaruhi hidup mereka, sehingga membawa beberapa kejadian, dan mengantarkan penganut-penganutnya menuju beberapa tingkat kesempurnaan hidup. [1] 

B.     Sumber-Sumber Ajaran Tasawuf
      Materi ajaran tasawuf dilihat dari segi ibadah dan akhlak, dalam pengertian yang luas sudah terdapat dalam al-Qur’an dan sunah sebagaimana keberadaan ilmu agama yang lain. Jika ilmu tasawuf tidak ditemukan pada masa ini, ajaran tentang ibadah, akhlak, pendidikan jiwa, hubungan dengan Allah, nilai-nilai kemanusiaan, semuanya diatur dalam islam. Ajaran itulah yang disebut dengan tasawuf sebagaimana yang dikenal oleh masyarakat pada waktu itu.
      Ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu kalam, ulumul Qur’an, ulumul hadits dan ilmu-ilmu lain dalam Islam penamaannya baru muncul setelah Rasul SAW wafat, demikian juga dengan ilmu tasawuf, ketetapan namanya baru dikenal jauh setelah Rasul SAW wafat. Ada beberapa hal yang menjadi sumber dari ilmu tasawuf, yaitu: Allah, Rasul, ijma’ sufi, ijtihad sufi, qiyas sufi, nurani sufi, dan amalan sufi. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah bahasan satu per satu dari sumber ajaran tasawuf.
1.      Allah
            Allah merupakan zat sumber ilmu tasawuf. Tidak ada seorangpun yang mampu menciptakan ilmu tasawuf selain Allah. Allah mengajarkan ilmu kepada para sufi lewat hidayah (ilham) baik secara langsung ataupun melalui perantara sesuai yang Dia kehendaki. Ada kalanya melalui Al Qur’an dengan metode iqro’ul Qur’an (membaca, menyimak, menganalisa isi kandungan Al-Qur’an).
            Selain melalui Al-Qur’an, ada juga melalui alam dengan cara  perenungan sufi dan lain sebagainya. Pada intinya merupakan hidayah dari Allah, kemudian berwujud menjadi ide tercerah dalam nuansa pemikiran dan keyakinan di dalam hati untuk dimanifestasikan dalam realita kehidupan nyata sebagai bentuk pengabdian diri kepada Allah.

2.      Rasul
            Rasul merupakan sumber kedua setelah Allah bagi para sufi karena hanya kepada Rasul sajalah Allah menitipkan wahyu-Nya. Selain itu, Rasul juga satu-satunya manusia yang sempurna dalam segala hal. Beliau adalah insan panutan bagi semua manusia terutama kaum sufi yang senantiasa mencoba meniru semua kelakuan Rasulullah dengan sebaik-baiknya.

3.       Ijma’ Sufi
Ijma’ sufi (kesepakatan para ulama tasawuf) merupakan esensi yang sangat penting dalam ilmu tasawuf, karena mereka dijadikan sebagai sumber yang ke tiga dalam ilmu tasawuf setelah Al-Qur’an dan Hadits.
4.      Ijtihad Sufi
Dalam kesendiriannya, para sufi banyak menghadapi pengalaman aneh. Pengalaman aneh itu sebagai alat pembeda antara kepositifan dengan kenegatifan dalam pengalaman itu. Maka diperlukan ijtihad bagi setiap sufi sebagai sumber ke empat dalam ilmu tasawuf jika belum ditemukan dalam Qur’an, Hadits, maupun ijma’ sufi.

5.       Qiyas Sufi
Qiyas merupakan penghantar sufi untuk dapat berijtihad secara mandiri jika sedang terpisah dari jama’ahnya, maka qiyas ditempatkan pada sumber ke lima dalam ilmu tasawuf.

6.       Nurani Sufi
Setiap sufi memiliki nurani yang tajam di hatinya. Ada yang menyebutnya dengan istilah firasat, rasa, radar batin dan sebagainya itu merupakan anugerah Allah terhadap kaum sufi, bisa dari keikhlasan, kesabaran dan ketawakalannya dalam beribadah kepada Allah tanpa kenal lelah. Maka nurani sufi merupakan sumber yang ke enam dalam ilmu tasawuf.

7.      Amalan Sufi
Al-Qur’an, Al-Hadits , Ijma’ Sufi, Ijtihad Sufi, Qiyas Sufi dan Nurani Sufi seperti yang telah dijelaskan di atas akan sia-sia tanpa pengalaman kaum sufi. Maka amalan sufi merupakan sumber ke tujuh dalam ilmu tasawuf.
Jika ke tujuh sumber di atas mampu ditelusuri, maka kita akan tahu, mengerti, memahami dan mampu menghayati hakikat ilmu tasawuf.[2]

C.    Perkembangan Tasawuf
Menurut Ibnu Khaldun, tasawuf adalah ilmu syari’at yang timbul di dalam agama. Asalnya ialah tekun beribadah dan memutuskan pertalian dengan segala sesuatu selain Allah, hanya menghadap Allah semata[3]. Sumber keilmuan tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapun asal-usul tasawuf menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhlak. Ketika kehidupan materialistik mulai mencuat dalam perilaku kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga hijriyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam. Orang-orang yang berkonsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari kemewahan kehidupan dunia disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.  
           Akar-akar tasawuf islam merupakan penjabaran dari ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari triologi ajaran islam. Islam kesatuan dari Iman, Islam, dan Ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah secara zahir. Iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal ghaib yang ada dalam rukun iman. Sedangkan Ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan batin.[4]




D.    Ilmu atau Ajaran Tasawuf
            Pada abad keempat mulai dijelaskannya ilmu batin atau ilmu lahir. Ilmu tersebut ada empat bagian yang terkenal yaitu: Syari’at, tarekat, ma’rifat, dan hakikat. Dan berikut adalah penjelasannya:
1.       Syari’at
      Syari’at artinya undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan. Termasuk kedalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang tersuruh dan yang terlarang, yang sunat dan yang makruh. Termasuk di dalamnya segala amalan: shalat, puasa, zakat, haji dan berijtihad (berperang) pada jalan Allah, menuntut ilmu-ilmu lainnya. Segala perbuatan yang dikerjakan oleh orang Islam tidaklah keluar dari garis suatu hukum sekurang-kurangnya yang mubah artinya yang dibolehkan mengerjakan.[5]
2.      Tarekat     
      Dalam tasawuf, tarekat adalah jalan menuju Tuhan atau bahasa inggrisnya the path. Tarekat (thariqat) pada dasarnya tak terbatas jumlahnya, karena setiap manusia semestinya harus mencari dan merintis jalannya sendiri, sesuai dengan bakat dan kemampuan ataupun taraf kebersihan hati mereka masing-masing.[6]
3.      Ma’rifat
      Ma’rifat secara bahasa artinya pengetahuan atau ilmu. Dalam istilah tasawuf berarti mengenal atau melihat alam ghaib seperti surga atau neraka , bertemu dengan nabi, para malaikat, para auliya, dan lain-lain yang terjadi bukan dalam mimpi.[7]


4.      Hakikat
      Hakikat, yaitu kebenaran sejati dan mutlak. Yang merupakan segala perjalanan, bagaimanapun jauhnya dan merupakan akhir dari semua langkah, tujuan segala jalan (thariqat). [8]

             IV.            KESIMPULAN
Penyelidikan ahli-ahli pengetahuan tentang tasawuf. Sebagian ahli berpendapat bahwa sumber pengambilan tasawuf adalah semata-mata agama Islam yaitu Qur’an dan Hadist. Sedangkan secara umum, ada beberapa hal yang menjadi sumber dari ilmu tasawuf, yaitu: Allah, Rasul, ijma’ sufi, ijtihad sufi, qiyas sufi, nurani sufi, dan amalan sufi.
      Sedangkan ilmu atau ajaran tasawuf yaitu: syari’at, tarekat, ma’rifat, dan hakekat. Syari’at artinya undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan. Dalam tasawuf, tarekat adalah jalan menuju Tuhan atau bahasa inggrisnya the path. Ma’rifat secara bahasa artinya pengetahuan atau ilmu. Hakikat, yaitu kebenaran sejati dan mutlak.













REFERENSI

Hamka, Tasauf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990
Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1993
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, PT Raja Grafindo, Jakarta, 1996






[1] Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1993, hal.36
[3] Hamka, Tasauf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990, hal.13
[5] Hamka, Perkembangan dan Pemurniannya, hal. 100
[6] Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, PT Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hal.39
[8] Hamka, Perkembangan dan Pemurniannya, hal. 102

No comments:

Post a Comment